Indonesia Mau Ikut Balapan Mobil Listrik? Ya, Tapi Masih di Pit Stop: Bikin Mobil Masih Jauh, Tapi Bikin Baterai? Bisa Banget

MOTORLISTRIK.COM, Jakarta – Mobil listrik mungkin belum buatan lokal, tapi Indonesia sudah mulai “ngegas” dari belakang layar. Menurut Prof. Ir. Joniarto Parung, Ph.D., IPU., dosen Magister Teknik Industri di Universitas Surabaya (Ubaya), Indonesia bisa jadi pemain penting di balik layar industri kendaraan listrik global. Bukan produsen mobilnya, tapi… ya minimal bagian “dapur baterainya”.
“Dari bahan baku, kita punya cadangan nikel terbesar di dunia. Itu komponen utama baterai lithium-ion. Jadi secara posisi, kita ini strategis banget dalam rantai pasok global kendaraan listrik,” kata Prof. Joni dengan penuh harapan.
Bikin Mobil Masih Jauh, Tapi Bikin Baterai? Bisa Banget.
Ya, jangan dulu mimpi bikin Tesla KW super lokal. Tapi kalau disuruh masok bahan baterai, kita siap. Bukan cuma punya nikel, Indonesia juga lagi ngebut jadi basis perakitan CKD (Completely Knocked Down) dan SKD (Semi Knocked Down). Pemerintah pun sudah pasang turbo: PPnBM 0% dan target kandungan lokal 60% di tahun 2027–2029.
Cuma ya, seperti biasa, masalah kita bukan di niat, tapi di eksekusi. Supply chain alias rantai pasok itu bukan soal punya bahan, tapi soal bisa gerak cepat dan tepat.
“Rantai pasok itu proses panjang yang butuh banyak pihak dan infrastruktur yang terintegrasi. Jalan, pelabuhan, waktu bongkar muat, semuanya harus efisien,” jelas Prof. Joni.
Contoh tetangga: Malaysia dan Singapura bisa bongkar-muat dalam hitungan jam. Sementara kita? Ya, kadang barang lebih lama nongkrong di pelabuhan daripada di pabrik.
SDM-nya Siapa yang Ngurusin? Ya Itu Juga Masalahnya.
Masalah berikutnya: orangnya ada nggak? Katanya ada, tapi harus di-training dulu. Dan kalau bicara soal negara panutan, Prof. Joni dengan blak-blakan menyebut: belajar dari Cina!
“Mereka membangun sistemnya itu total. Infrastruktur, pendidikan SDM besar-besaran, dan perizinan terintegrasi. Kita harus bisa kayak gitu juga,” katanya.
Integrasi Sistem? Baru Mimpi.
Di Indonesia, satu daerah bilang A, daerah sebelah bilang B. Alhasil? Sistem rantai pasok masih kayak tambal sulam. Nggak nyambung. Nggak efisien. Dan bisa ditebak, bahan baku sering nganggur di gudang.
“Integrasi data itu penting. Biar tahu kapan beli bahan, berapa stok yang ada. Jadi nggak numpuk sia-sia di gudang,” ujar Prof. Joni, nyenggol sedikit sistem logistik dalam negeri yang masih hobi nyimpen barang kayak kolektor.
Masyarakat Juga Disuruh Ikut Main
Biar gak dibilang pemerintah dan industri doang yang kerja, masyarakat juga dikasih jatah peran. Caranya? Dukung produk lokal. Dari tekstil, furnitur, sampai hasil laut. Karena makin tinggi permintaan, makin hidup rantai pasoknya.
“Kalau orang makin banyak beli produk Indonesia, efeknya balik lagi ke kita. Misalnya penjahit, petani kapas, nelayan. Semuanya ikut gerak,” kata Prof. Joni, menutup dengan nada motivasional khas seminar kewirausahaan.
Kalau dianalogikan, Indonesia ini ibarat tim balap yang belum punya mobil sendiri, tapi sudah punya pit crew dan bensin super. Tinggal tunggu siapa yang mau kasih setir dan kunci kontak. Siap-siap jadi pemain utama? Mungkin. Tapi sekarang? Masih pemanasan.
(AnT)